In Random Ways He Comes
Cita-citamu begitu tinggi. Engkau berambisi, tahun sekian aku akan menjadi seorang pejabat, seorang pengusaha kaya raya atau seorang ilmuwan. “Tidak ada salahnya bermimpi besar”, begitu kata mereka. Ya memang apa salahnya ?
Kemudian engkau bekerja keras, cerdas, siang, malam. Bahkan engkau hanya tidur 4 – 5 jam sehari. Itu semua kau lakukan untuk mencapai cita-citamu. Ya memang apa salahnya ?
Sampai tiba-tiba saja engkau terpleset, jatuh dan kepalamu menghantam benda dan bocor. Kesadaranmu langsung hilang begitu saja. Dalam film mungkin engkau hanya pingsan, tapi ternyata engkau tidak bangun lagi.
Atau tiba-tiba saja engkau ditabrak seorang pengendara motor/mobil yang mengantuk. Tubuhmu hacur, tidak bisa bangun lagi.
Ya memang apa salahnya? Banyak dari kematian di dunia ini terjadi secara tidak ” romantis” seperti yang kita temukan dalam karya fiksi. Kematian itu datang secara tiba-tiba, baik dengan cara yang cantik atau cara yang “acak” sama sekali, waktu ketika asyik bermain sepakbola misalnya.
Yang tersisa tinggal visi-mu
Man Jadda Wajada, Barangsiapa yag bersungguh-sungguh dia akan berhasil, Memang mungkin itu hukum alam, tapi hanya dengan asumsi kematian tidak mendahului cita-citamu itu.
Lantas untuk apa lagi kita berusaha mati-matian untuk mencapai cita-cita kita ? Bukankah kematian lebih pasti daripada cita-cita kita. Seharusnya kita sendiri yang harus menjawab hal tersebut. In the first place, Untuk apa engkau punya cita-cita kalau engkau tidak tahu apa alasanmu. Passion bukanlah alasan, itu hanya bagian dari dirimu yang juga akan hliang bersama kematianmu.
“If you haven’t found anything you are willing to die for, you aren’t fit to live.”
Oleh karena itulah kita harus mempunyai visi dalam cita-cita kita, visi yang tinggi dan mulia. Visinya bernilai jihad. Memperjuangkan umat, Dakwah, Memperbaiki negara, meperjuangkan kehidupan fakir, miskin dan yatim misalnya. Kemudian engkau jadikan setiap detik, nafas dan langkahmu adalah untuk mengejar cita-cita dengan visi mulia tersebut. Sehingga ketika kematian datang sebelum tercapainya cita-citamu, dengan sekonyol apapun caranya, engkau sebenarnya telah mati di jalan yang amat mulia, karena engkau sedang memperjuangkan sesuatu yang mulia, Husnul Khotimah.
Biarkan kematian menghentikan laju gerak perjuanganmu, tapi jangan biarkan imanmu berhenti di situ. Dia harus tetap melesat bahkan jauh melewati kematian, tak terikat dimensi dan waktu.
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya . Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan.(Muttafaq Alaih)
Tahu apa katanya bagaimana Sang Mahaguru Imam Syafi’i meninggal ? Beliau meninggal karena wasir. Sekilas kita pikir “kok bisa?”, cara tersebut sangat tidak indah bagi orang sekelas Sang Imam. Tapi memang apa salahnya ? Mungkin sekarang beliau sedang bersuka cita di Taman Surga, bagaikan sebuah investasi dengan tingkat pengembalian tak terbatas, Pahala terus mengalir kepadanya, membuat beliau bertambah syukur semakin harinya.
“Allahuma inna Nasalukal Husnul Khotimah, Naudzubika min su’ul khotimah” | O Allah, we wish You good ending, we refuge in You from bad ending
“Aku dan dunia ibarat orang dalam perjalanan menunggang kendaraan, lalu berteduh di bawah pohon untuk beristirahat dan setelah itu meninggalkannya.” (HR. Ibnu Majah)
Sumber gambar : http://www.channelate.com/2008/05/22/cheating-death/
Leave a Reply