Salah Seorang yang pernah menjadi Wakil Presiden Indonesia 2 kali pernah memupnyai jargon, “lebih cepat lebih baik”. Tetapi ternyata hal tersebut tidak bisa untuk semua konteks. Menurut saya,” Lebih lambat lebih baik”. Bagaimana maksudnya ? mari kita bahas.
Do You Believe It ?
“Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan yang lebih baik.” (HR. Ahmad 5: 363. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
Barangsiapa menjadikan dunia sebagai tujuan hidupnya, niscaya Allāh akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kefāqiran membayangi kedua matanya, dan duniā tidaklah datang kepadanya melainkan apa yang telah ditetapkan baginya. Dan barangsiapa yang menjadikan akhirat sebagai tujuan hidupnya, maka Allāh akan mengumpulkan segala urusannya dan menjadikan kekayaan memenuhi hatinya, dan dunia mendatanginya dalam keadaan hina.
(HR. Ibnu Maajah 2/1375)
Dari 2 Hadits di atas kita bisa simpulkan 2 poin yaitu :
- Allah akan memberikan sesuatu yang lebih baik daripada sesuatu yang kita tinggalkan karena-Nya.
- Jika kita mengejar akhirat maka dunia yang akan mengejar kita.
Sekarang pertanyaannya, seberapa percayakah kita terhadap hadits tersebut ? memang sudah seharusnya sebagai muslim, kita sami’na wa atho’na, kami dengar dan kami taat.
Mungkin banyak dari kita yang akan bersikap “iyalah, tentu saja saya percaya”. Tapi mungkin banyak juga yang percaya-nya hanya di mulut saja. Buktinya masih ada toh yang mengorbankan akhiratnya demi dunianya. Juga masih ada saja yang meninggalkan-Nya karena sesuatu, bukan meninggalkan sesuatu karena-Nya.
Lebih Lambat Lebih Baik
Pada tahun 60 s/d 70-an, Walter Mischel, Seorang Psikolog, Mengadakan sebuah riset di Stanford Uniersity. Mischel dan rekannya tertarik untuk meneliti strategi seorang anak balita untuk menahan godaan. Mereka mengumpulkan anak-anak berusia 4 tahun dan menawarkan marshmallow (semacam permen empuk yang bertekstur lembut) tetapi dengan 2 opsi, yaitu : (1) Bunyikan bel dan peneliti datang untuk memberikan 1 buah marshmallow, atau (2) menunggu peneliti datang sendirinya tanpa membunyikan bel dan akan mendapat 2 buah marshmallow. Pesannya adalah, “Hadiah kecil sekarang, hadiah besar nanti”. Beberapa anak tidak tahan dan langsung membunyikan bel, sedangkan anak-anak yang lain dapat menahan godaan dan mendapatkan 2 marshmallow.
Mischel menemukan, bahwa anak-anak yang berhasil menahan godaan umumnya menggunakan 2 strategi. Pertama mereka mengunakan teknik cool distractions, seperti menutup mata mereka, bersembunyi di bawah meja, bernyanyi, memikirkan sesuatu selain marshmallow, dan lain-lain. Sedangkan Strategi ke-2 adalah dengan mengubah pandangan mereka tentang Marshmallow.
Dari penelitian tersebut, ditemukan hal yang cukup mencengangkan. Mischel, melanjutkan penelitiannya. Beliau mengikuti keadaan hidup anak-anak dari percobannya. Anak-anak yang dulunya bisa menahan godaan lebih lama memiliki kelebihan dibandingkan dengan yang tidak. ketika remaja, mereka yang mendapatkan 2 marshmallow mempunyai kecerdasan yang lebih tinggi, kemampuan sosial, dan kepercayaan diri. Orang tua mereka mengatakan, mereka lebih bisa mengatasi stress, merencanakan masa depan, serta lebih reasonable. Sedangkan, ketika mereka dewasa, mereka memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk : Masalah obat-obatan, Kecanduan, Perceraian, atau Obesitas.
Menunda kesenangan, atau ada istilah dalam bahasa inggris yang disebut delaying gratification, telah cukup populer dalam literatur psikologi khususnya di bidang kepribadian. Mereka yang memiliki kemapuan delaying gratification yang tinggi cenderung memiliki kesuksesan dalam hidupnya dibanding dengan yang tidak. Logikanya, mereka memiliki kemampuan mengendalikan diri yang lebih tinggi. Contohnya, ketika mereka dihadapkan pilihan untuk menonton serial tv atau belajar/bekerja untuk mengejar impiannya, maka mereka bisa menahan godaan untuk menonton dan melakukan hal yang lebih membosankan untuk mendapatkan kesenangan yang lebih besar di kemudian hari.
Logis sih memang, tanpa eksperimen pun mungkin kebanyakan kita bisa memprediksikan dan menjelaskannya. Tapi yang membuat saya kagum adalah anak-anak eksperimen itu berusia 4 tahun !! Inget loh itu mereka masih balita. masih kaya gini nih :
Jelas sekali dari situ, bahwa faktor gen, pendidikan orang tua dan lingkungan akan sangat berpengaruh bagi kehidupan anaknya kelak.
The Connection
Jika dalam bahasa inggris ada delaying gratification, dalam bahasa indonesia ada peribahasa, “bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian”. Peribahasa itu tidak hanya menunjukan hal umum seperti, “bekerja kemudian mendapatkan gaji”, tetapi juga berlaku untuk hal yang lebih halus seperti ‘hubungan antara sikap dengan kesuksesan di berbagai sisi dari kehidupannya kelak’.
Sedangkan dari pandangan islam, coba review kembali ke 2 hadits awal yang saya kutip :
- Allah akan memberikan sesuatu yang lebih baik daripada sesuatu yang kita tinggalkan karena-Nya.
- Jika kita mengejar akhirat maka dunia yang akan mengejar kita.
Terbuktikan sudah kebenaran hadits tersebut ? Maksud saya untuk mempercayai hadits ini, tidak hanya secara dogmatis, tetapi sudah evidence-based, berdasarkan bukti ilmiah. Sebenarnya tidak hanya hadits, Islam sendiri sudah mempunyai konsep zuhud. Inti definisinya, Zuhud adalah lebih meyakini rezeki yang ada di tangan Allah daripada di tangannya, bisa juga lebih meyakini janji Allah daripada kesenangan dunia, atau bisa juga lebih mengutamakan akhirat dibanding dunia. Sehingga, sekarang terserah kita apakah kita mau delaying gratification atau tidak.
Sumber Pustaka :
- http://madrasahjihad.wordpress.com/2013/01/14/akhirat-kau-kejar-dunia-pun-datang/
- http://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/kajian-ramadhan-35-meninggalkan-sesuatu-karena-allah.html
- http://en.wikipedia.org/wiki/Delayed_gratification
Sumber Gambar :
- http://ecphotographypdx.files.wordpress.com/2011/03/5140794912_f3edc7fffd_o.jpg?w=645
- http://www.andbethere.com/wp-content/uploads/2013/10/now-later.jpg
itu jembatan di kampus matrikulasi STEI tazkia ya zam.. 😀